PUskesmas Kecamatan dan Ambulan berbelanja

Author:
PUskesmas Kecamatan dan Ambulan berbelanja: Ambulan Belanja
Tiba di Puskesmas Perampuan bersama ibuku segera kuhampiri adikku yang sedang menunggu di depan pintu jaga puskesmas, Bagaimana kakakmu? sudah lahir? bagaimana bayinya ibuku bertanya berharap cucu yang dinantikannya sudah melihat mentari di Bumi Gora, salah satu Provinsi yang mempunyai visi dan misi bahwa angka kematian ibu dan bayi saat melahirkan adalah nol persen ditahun yang direncanakan, di negeri indonesia yang merdeka dan mempunyai sumpah bahwa anak miskin dan orang orang terlantar adalah tanggung jawab negara. Belum bu, kak Moonah masih diperiksa bidan didalam, katanya menjawab hujan pertanyaan dari Ibu, lengang sejenak, tak ada yang berkata apa-apa sementara kami sibuk dengan pikiran masing-masing menunggu kabar apa yang terjadi di dalam sana.
Dalam gelisah itu, muncul bidan yang kami nanti dari kamar periksa, belum sempat berkata apa apa ibu sudah menghujaninya dengan pertanyaan pertanyaan seputar calon cucu dan mantunya, Bagaimana cucu saya bu?, menantu saya sehat?... sabar bu... Menantu ibu masih dalam tahap bukaan satu, paling nanti malam baru melahirkan, sekarang akan saya buatkan surat pengantar tapi akan saya kompirmasi dengan mbak Andre bidan polindes di desa ibu jawabnya , tangan kanannya sibuk menuliskan sesuatu di atas kertas isian di depan mejanya dan tangan kirinya memegang handphone, berbicara dengan ibu Andre bidan Polindes desa kami.
Semua memusatkan perhatinnya kearah dua bidan yang sedang berdiskusi melalui HP, Ini ada pasien mbak, namanya Maemunah, sedang beada di Puskesmas, munkin mau melahirkan tapi masih buka an satu mbak, katanya kepada mbak Andre, entah dimana bu Andre saat itu tapi samar samar aku bisa mendengarnya berkata "bawa langsung kerumah sakit!." ok, kalo begitu sekarang saya buatkan surat rujukan dan akan saya siapkan ambulan untuk mengantar kami kata bidan kecamatan yang aku tak tau namanya tersebut kepada bu Andre.
Ibu tunggu sebentar kebetulan supirnya lagi belanja, bidan tersebut membuat kami merasa sangat diperhatikan, ya bu.. jawab kami serentak, berharap sesuatu yang baik sedang menanti. Merasa ada sesuatu yang tertinggal dirumah aku berkata pada ibu dan istriku "Ibu tunggu disini nanti kalo ambulan datang ibu langsung ikut berdua saja, kami akan pulang sebentar mungkin ada yang tertinggal", iya nak, sekalian kamu kabarkan sama ayah dan adikmu untuk menyusul ke Rumah sakir umum provinsi di Mataram( yang ada di jalan Pejanggik ) sana, timpalnya padaku.
Aku dan adikku Kalsum bergegas pulang dan tenyata kami melupakan sebotol pocary sweat yang sudah dibeli istriku sejak beberapa hari yang lalu, entah uang dari mana yang pasti bukan dari uang yang aku kumpulkan untuk persiapan memperpanjang sewa tempat berjualan pulsa yang setiap tiga bulan sekali harus aku bayarkan di daerah Dasan cermen.
Kenapa kakak pulang? kata adikku Habib ( adik lelakiku yang paling sering mengorbankan waktu dan tenaganya demi keluarga), kami pulang ingin mengambil pocari dan mengabarkan kalian bahwa kak Munah sedang dibawa ke rumah sakit umum dengan ambulan kecamatan timpalku. Dia segera menstarter motornya , ayo segera kita susul kesana pasti ibu membutuhkan kita sebab ibu tak pernah sekolah dan tak lancar bahasa indonesia, katanya khawatir, meyakinkan aku bahwa aku tak sendiri dalam masalah ini, bahwa dia, saudaraku dan segenap anggota keluarga yang kami anggap kerajaan ini bersamaku. Cepat! kata Ayahku, katakan pada ibumu aku berdo`a dari rumah karena tak ada kendaraan yang bisa aku gunakan kesana tambahnya, sementara Habib dan Kalsum adikku sudah berangkat berboncengan dan aku menyusulnya dari belakang.

Halaman ini adalah lanjutan dari Bukaan satu, melahirkan Pangeran
Bersambung ke RSU Mataram tak ada Tempat melahirkan